14 Januari 2008


Masih Juga Kelabu

Dalam waktu satu tahun terakhir, nama mengusik pikiran. Sebuah pernyataan yang menyatakan sebuah ketetapan dalam ikatan yang masih dijalani membuat sebuah kemandegan. Memang semua yang ada bukan hanya dilakukan untuk dia, tapi paling tidak ada sebuah harapan untukku yang dibentuk olehnya meskipun bukan kesadaran yang dilakukannya. Hatinya yang amat yakin akan kesetiaan telah membuatnya tersiksa akan sebuah penjara. Ternyata cintanya hanya sebuah roti coklat yang bagi sang kekasih bisa dicari di tempat lain.

Sebuah harapan memanggil yang lainnya.

Harapan yang lain datang untuk menghapus sebuah lara yang tidak bisa diharapkan dan hanya berisi kekecewaan. Kepedulian akan dirinya membuat harapan itu semakin kuat untuk diucapkan, walaupun hanya dalam doa. Dan doa tadi akan sampai ke langit tertinggi menjadi salah satu warna dari pelangi. Semoga warna tadi dapat menjadi cerah dalam gelapnya hati setelah mendung.

Masih juga berharap.

Semua yang ada, hanya sebuah anggapan penghormatan darinya. Penghormatan akibat sebuah status fiktif yang mengakibatkan badai terhebat dalam setengah windu ini. Badai tadi sengaja diciptakan karena ternyata harapan bukanlah doa baginya. Sehingga semua warna pelangi hilang meskipun langit cerah setelah hujan.

Sangat dalam.

Menggebunya rasa tolong diimbangi dengan kuatnya elastisitas hati. Semua probabilitas yang ada dalam perhitungan telah gagal dalam kenyataan. Eksak hanya ada dalam teori saja . Mungkin juga hanya sebuah relativitas absolut yang dihasilkan oleh salah satu di antara pelangi. Mungkin juga itulah kenapa tidak ada warna yang tanggung dalam pelangi. Warnanya semua tegas dengan batas nyata. Dan hanya sebuah hasil dari pembiasan dari cahaya pada rintik hujan yang sebelumnya menakutkan, sekarang malah membuat senyum tersungging dengan manis. Spektrum tersebut berwarna merah jambu.

Badai terus terjadi selama dua hari, hingga suatu hari yang masih mendung dicoba. Sebuah kemiripan nama ternyata hanya sebuah kebetulan belaka sebab tidak ada ceteris paribus dalam sebuah hubungan. Semua teori menjadi terhapus akan setetes air mata kebahagiaan. Air mata yang masih tersimpan membuatnya jadi koreng yang sekarang mulai sembuh di hati meskipun pasti akan tetap meninggalkan bekas yang membuatnya tidak terlupakan. Kadang sebuah reaksi tidak akan menghasilkan output yang diharapkan selamanya. Maklum saja bahkan hukum kekekalan energi dinyatakan untuk menghapus adanya harapan yang pasti selain kematian. Semuanya adalah kemungkinan yang dapat ditingktkan oleh usaha, doa, keberuntungan dan kesempatan yang diberikan.

Aku membenci kekalahan.

Bukan atas sebuah perjuangan dari seseorang yang telah merebutnya, tapi kesempatan yang dia berikan ternyata bukan berbentuk tunggal. Dan kesempatan bagi yang lain telah dijalankan bahkan saat ikatan hubungan masih dijalani. Sebuah hal tabu dariku untuk melakukannya. Karena janji adalah sakral untuk yang melakukannya. Kesempatan tadi setelah dibuat tabel statistik, menunjukkan bahwa dialah alasan utama. Alasan tadi juga yang membuat waktu disediakan untukku menunggu dua tahun meskipun akhirnya hanya kiasan.

Penghapus yang kembali menyakitkan.

Sebuah sinar yang padam selama empat tahun, telah sempat dinyalakan dengan harapan awal, sekarang padam dan filamen yang ada di dalam bola lampunya telah usang dan putus. Entah sampai kapan, kegelapan dapat menunjukkan arah. Harapan akan terus digantungkan meskipun harapan tadi menyadari keadaannyalah yang membatasi kita. Semua cerita rahasia yang disaksikan teknologi dan dapat dibuktikan oleh imaji telah meyakinkan diriku. Keyakinan itu bahkan kini berkarat karena terkena korosi dari airmata buatan yang aku sendiri ciptakan dan akhirnya manisnya senyuman hanya untuk orang lain.

Semoga bahagia akan kepura-puraan.

Kalo menurut Adam Smith, untuk apa kita membuang pakaian yang kita punya kalo ternyata pakaian baru yang kita dapat adalah pakaian yang sama. Mungkin hanya merek dan kesempatan yang membedakannya. Sebab law of deminishing return akan berlaku dan menyebabkan penyesalan yang tergantikan hanya dengan airmata. Penyesalan yang selalu datang terlambat, sebuah ironi retoris yang muncul dari sebuah sikap dasar manusia normal dan bagi semua yang mengalaminya hanya sebuah pundak yang terkadang sama rapuhnya dapat menjadi tempat yang menjadi surga sementara. Bahkan surga tadi hanya menyebabkan aliran airmata kembali bila sang pundak sekedar butuh pergi untuk ke toilet. Mulai saat itu hanya keluhan dan sesalan yang membuatnya jadi momen romantis nan cengeng dan sekarang laris dijual bak kacang goreng oleh para seniman dadakan yang juga dipuja olehnya.

Terimakasih atas kesempatan yang tidak pernah diberikan.

Seperti prinsip orang jawa, untung. Maksudnya untung saja pengetahuan atas sebuah ketidaksetujuan datang diawal dan bukan disadari saat harapan tadi sudah warna pelangi baru antara kuning dan hijau. Warna yang yang sempat tersamar dan nyaris muncul untuknya.

Maaf, warna tadi masih juga kelabu.

Tidak ada komentar: